Telekomunikasi dan Informatika (Telematika) di Indonesia Secara umum teledensiti di Indonesia pada akhir tahun 2001 adalah 35:1000. Terdapat perbedaan yang cukup bervariasi di antara setiap divre yaitu sbb; pada divre 1 24:1000, divre II 314:1000, divre III 15:1000, divre IV 18:1000, divre V 38:1000, divre VI 29:1000 dan divre VII 23:1000
Sampai dengan Juni 2002 dilaporkan dari kapasitas sentral sebesar 8.846.037 (exchange capacity) telah terpasang 8.181.791 saluran kabel telepon (installed lines), namun hanya 7.488.076 saluran yang tersedia (line in service) dimana 4.441.422 jalur dilaksanakan oleh PT. Telkom dan 3.046.654 oleh mitra KSO. Pelayanan Sambungan Langsung Internasional dilaksanakan oleh 2 perusahaan yang memiliki lisensi eksklusif yaitu PT. Indosat memegang 85 persen pasar dan PT. Satelindo memegang 15 persen pasar. Masyarakat masih sangat bergantung pada pelayanan telepon umum, baik wartel maupun telepon umum biasa (koin / kartu). Pada akhir 2001, kondisi pelayanan telepon umum di Indonesia adalah 5 telepon umum untuk setiap 10.000 penduduk, sedangkan untuk wartel 14:10.000. Terdapat perbedaan mencolok pada kondisi wartel dan telum di Indonesia, dimana pada divre II adalah 61:10.000 untuk telepon umum dan 115:10.000 untuk wartel, dibanding dengan divre lainnya yang berkisar antara 5-25:10.000 untuk wartel dan 1-6:10.000 untuk telepon umum. Bila dibandingkan dengan kondisi pada akhir 2000, dimana kondisi wartel pada divre II adalah 87:10.000 dan sekitar 4-18:10.000 pada divre lainnya dan kondisi telum pada divre II adalah 63:10.000 dan antara 2-8:10.000 pada divre lainnya, terlihat dalam kurun waktu 2000-2001, pertumbuhan wartel di Indonesia mencapai 23%, sedangkan telepon umum koin / kartu berkurang sekitar 14%. Pada bulan Juni 2002 sekitar 81,46% penggunaan telepon saluran tetap (fixed line) adalah dari kategori residensial, diikuti oleh 18,26% untuk bisnis dan sisanya 0,28% untuk sosial. Di Indonesia, telepon seluler merupakan substitute atau pengganti telepon konvensional (fixed line). Pertumbuhan pelanggan seluler Indonesia pada akhir 2001 sebesar 41,9% per tahun. Sampai pertengahan 2002 jumlah
RINGKASAN EKSEKUTIF
Ringkasan Eksekutif
pelanggan seluler Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar 7,4 juta. Kawasan Asia Pasifik mempunyai potensi pasar yang besar dalamperkembangan internet, diperkirakan di tahun 2003 terdapat sekitar 171 juta perangkat internet dan 138 juta pengguna internet di kawasan Asia Pasifik. Pada tahun yang sama, nilai barang dan jasa yang diperdagangkan melalui internet diperkirakan akan mencapai USD218 milyar dan pembelanjaan untuk membangun web dapat mencapai USD304 milyar. Akses internet di Indonesia memang terhitung rendah. Pada akhir 2001 terdapat sekitar 581.000 pelanggan ISP dengan sekitar 4.200.000 pengguna untuk 203.456.005 masyarakat Indonesia, berarti sekitar 2 % masyarakat pengguna internet. Tahun 2002 diperkirakan akan terdapat 1.000.000 pelanggan dan 8.000.000 pengguna di Indonesia, atau prosentase pengguna internet menjadi 3,9%. Sebanyak 75% pelanggan dan pengguna internet berlokasi di Jakarta, 15% di Surabaya, 5% di daerah lain di pulau Jawa dan 5% sisanya di propinsi lainnya. Dirjen Pos dan Telekomunikasi sampai bulan Maret 2002 telah mengeluarkan sekitar 179 lisensi ISP, namun hanya sekitar 68 ISP yang diketahui beroperasi aktif. Secara gender di Indonesia diperkirakan lebih banyak pengguna internet adalah pria (75.86%) daripada wanita (24.14%). Ditinjau dari jenjang pendidikan, tingkat Sarjana adalah pengguna terbanyak (43%) dan kemudian tingkat SLTA (41%). Berdasarkan profesi menunjukkan bahwa mahasiswa yang paling banyak menggunakan internet (39%). Tempat yang sering digunakan untuk mengakses internet adalah rumah
sendiri, kemudian di kantor dan di warnet. Namun bagi mahasiswa, warnet merupakan tempat utama penggunaan internet, sedangkan bagi non mahasiswa, kantor merupakan tempat utama penggunaan internet. Domain Tingkat Tinggi terbagi dua yaitu global TLD (gTLD) dan DTT per negara. Pada bulan September 2002 terdaftar 14.860 domain dengan .id, belum termasuk yang menggunakan gTLD. Diperkirakan lebih banyak yang
menggunakan gTLD daripada yang menggunakan DTT .id. Pada periode 1995-2000 terjadi pertumbuhan domain .id sebesar rata-rata 160% per tahun, namun setelah tahun 2000 terjadi penurunan sebesar rata-rata 50% per tahun
Hasil penelusuran dan kajian menunjukan bahwa prosentase jumlah website aktif go.id sebesar 76% menandakan belum terjaganya kontinuitas proses pengelolaan dan perawatan situs agar tetap berlangsung dan ‘up-to date’. Khusus keberadaan website pemerintah di daerah .
Telekomunikasi di Indonesia
Saat ini undang-undang telekomunikasi yang baru mengklasifikasikan penyelenggara telekomunikasi dalam 3 kategori, yaitu Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggara Telekomunikasi Khusus. Pengelompokan kategori diatas diharapkan dapat mengatasi pemusatan penyelenggaraan telekomunikasi dan nantinya dapat mempersiapkan dunia telekomunikasi Indonesia dalam memasuki pasar bebas. Berdasarkan Struktur Industri Telekomunikasi Indonesia yang lama (lihat lampiran), PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. memegang dominasi dalam pelayanan lokal dan SLJJ. Dalam undang-undang telekomunikasi yang baru (KM no. 39/1999), monopoli Telkom dalam penyelenggaraan jasa sambungan lokal akan berakhir pada bulan Agustus 2002, sedangkan untuk penyelenggaraan jasa SLJJ akan berakhir pada bulan Agustus 2003 jauh lebih awal dari skema sebelumnya yang akan berakhir tahun 2010 untuk sambungan lokal dan 2003 untuk SLJJ. Saat ini selain Telkom, PT. Batam Bintan Telekomunikasi (BBT) memegang pelayanan jasa telekomunikasi fixed line di daerah Batam dan Bintan, diikuti oleh PT. Ratelindo yang memegang daerah pelayanan telepon tanpa kabel di Jabotabek dan beberapa daerah lainnya. Namun data saluran telepon (fixed line) yang disajikan dalam indikator ini tidak termasuk PT. BBT dan PT. Ratelindo. Pelayanan sambungan langsung internasional (SLI) dipegang oleh dua operator yaitu PT. INDOSAT dan PT. SATELINDO. Berdasarkan undang-undang telekomunikasi yang baru, duogopoli ini akan berakhir Agustus 2003, setahun lebih awal dari skema sebelumnya.Struktur Industri Telekomunikasi yang lama masih tetap digunakan sebagai acuan dalam pembahasan ini, dimana penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia, khususnya untuk jasa telekomunikasi tetap (fixed line) terbagi dalam pelayanan Sambungan Lokal, Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) dan Sambungan Langsung Internasional (SLI).
Pelayanan Telepon Domestik (Lokal)
Layanan sambungan lokal saat ini diselenggarakan oleh PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. bersama sejumlah investor dalam bentuk KSO (Kerjasama Operasi), untuk menangani 7 daerah pelayanan (divisi regional / divre) dengan pembagian daerah sebagai berikut : Divisi
Regional
Daerah Pelayanan
DIVRE I
Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,
Lampung
DIVRE II
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Serang, Purwakarta
DIVRE III
Jawa Barat, Banten
DIVRE IV
Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta
DIVRE V
JawaTimur
DIVRE VI
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan
DIVRE VII
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Irian Jaya
Masalah yang utama yang dihadapi dalam pelayanan telepon dengan kabel ini adalah penambahan penyediaan saluran telepon. Sampai saat ini, pemasangan tambahan line telepon dikelola oleh PT. Telkom bersama mitra KSO yang masing-masing menangani daerah yang berbeda, yaitu
sebagai berikut :
Sumatera : PT. Pramindo Ikat Nusantara consortium
Jawa Barat : PT. Aria West Internasional Page 19
Jawa Tengah & Yogyakarta : PT. Mitra Global Telekomunikasi
Indonesia (MGTI)
Kalimantan : PT. Dayamitra Telekomunikasi
Indonesia Timur: PT. Bukaka Singtel
Teledensiti adalah perbandingan antara ketersediaan pelayanan telepon
(jumlah saluran telepon yang tersedia) dengan jumlah penduduk di suatu
daerah.
Komposisi Teledensiti di Setiap Divre (per Seribu)
Sumber : PT. Telkom, Tbk.
Teledensiti untuk masing-masing divisi regional berdasarkan jumlah saluran
telepon yang telah tersedia sampai dengan bulan Maret 2001 dan populasi
Indonesia (BPS, Juni 2000).
E-Government di Indonesia
Kondisi perkembangan yang sangat cepat dari teknologi informasi memberikan pengaruh yang besar dalam tata kelola badan-badan pemerintahan. Suatu sistem informasi yang disebut Government Online (E-Government) dapat memberikan suatu sumbangan bagi terciptanya pemerintahan yang baik.
E-Government adalah aplikasi teknologi Informasi yang berbasis internet dan perangkat digital lainnya yang dikelola oleh pemerintah untuk keperluan penyampaian informasi dari pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai, badan usaha dan lembaga-lembaga lainnya secara online. Termasuk di dalamnya adalah situs-situs yang berisi informasi yang dimiliki oleh badan pemerintah, wahana transaksi antar lembaga pemerintahan
(G2G), pemerintah dengan masyarakat (G2C) dan pemerintah dengan kalangan bisnis (G2B). Dalam pengembangannya, E-Government merupakan bagian terpadu dalam membangun struktur, sistem dan proses kepemerintahan yang lebih effisien, transparan dan akuntabel seperti harapan masyarakat.
lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah telah mengembangkan E-Government, sehingga Pemetaan E-Government di Indonesia menjadi suatu hal yang diperlukan untuk mengetahui kondisi dan kesiapan dari lembaga-lembaga pemerintahan dalam mendukung transparansi.
Pemetaan go.id
Pengembangan E-Government menurut survei Booz Allen & Hamilton dikelompokkan dalam empat level Government On Line (GOL) yaitu :Level 1 (Basic Presence/On Line Presence), tampilan situs badan pemerintah hanya menyediakan informasi dan publikasi yang diperlukan masyarakat dan sifat komunikasinya hanya satu arah (download). Level 2 (Prospecting/Electronic Service Delivery (ESD)), tampilan situs badan pemerintah menyediakan data dan informasi yang ekstensif, sehingga penyediaan fasilitas data retrieval dan information search engine merupakan keharusan. Sifat dari level GOL ini adalah komunikasi dua arah yang terbatas.Level 3 (Business Integration/Seamless Government), tampilan situs badan pemerintas juga menyediakan layanan G2B, G2C dan G2G yang memerlukan transaksi 2 arah serta mencakup transaksi pembayaran. Level 4 (Business Transformation/Information Society), termasuk dalam level ini situs badan pemerintah diperlengkapi kemampuan untuk mengkonfigurasi dan kustomisasi informasi yang dipertukarkan dan berbagai saluran komunikasi yang terpadu. Kondisi DNS dan Web Site Badan Pemerintah. Berdasarkan data dari Kementrian Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) dari hasil survei terhadap lembaga-lembaga pemerintah pusat maupun daerah tingkat I dan II yang telah mendaftarkan situs go.id ke IDNIC,
diperoleh 369 data alamat situs yang tercatat dalam domain go.id IDNIC. Sebanyak 303 data dapat dikenali status DNS nya masih aktif dan 281 data yang memiliki website. Oleh sebab itu disimpulkan hanya 76% website yang aktif (hidup) dari keseluruhan data go.id.